• gambar
  • gambar

Selamat Datang di Website SMA NEGERI 1 BINTAN UTARA. Terima Kasih Kunjungannya

Pencarian

Login Member

Username:
Password :

Kontak Kami


SMA NEGERI 1 BINTAN UTARA

NPSN : 11002256

Jl.Sekera No.11 Tanjung Uban Utara, Bintan Utara, Kepulauan Riau


info@sman1binut.sch.id

TLP : 081275656884


          

Banner

Jajak Pendapat

Bagaimana pendapat anda mengenai web sekolah kami ?
Sangat bagus
Bagus
Kurang Bagus
  Lihat

Statistik


Total Hits : 164890
Pengunjung : 69077
Hari ini : 95
Hits hari ini : 190
Member Online : 1
IP : 44.210.149.218
Proxy : -
Browser : Opera Mini

Status Member

Pendidikan Moral Bagi Bangsaku




Sebagian besar pelajar sekolah di Indonesia saat ini memiliki kualitas moral yang sangat memprihatinkan. Tawuran, penggunaan narkoba, hingga sex bebas menjadi momok permasalah yang tak kunjung usai. Kondisi ini tak pelak membuat banyak orang pesimis tentang masa depan Indonesia.

Di Indonesia, pendidikan moral di sekolah belum mendapatkan perhatian yang serius.  Prioritas utama yang unggulkan selalu berkaitan dengan ilmu pengetahuan. Nilai yang baik masih menjadi primadona untuk menjaga nama baik sekolah di lingkungan sekitar maupun orang tua. Padahal, pendidikan untuk menguatkan moral tidak kalah penting. Karena moral yang baik, akan membuat karakter yang dapat menjadi identitas dari sebuah bangsa.

Jepang contohnya. Terkenal akan tepat waktu, disiplin, bahkan saling menghormati menjadi identitas dari warga Negara matahari terbit tersebut. Pendidikan moral yang dikenalkan sejak dini menjadi kuncinya. Mulai dari membersihkan kelas, kamar mandi, hingga melayani di kantin sekolah dilakukan sendiri oleh muridnya. Sehingga setiap individunya dapat merasakan sulitnya pekerjaan tersebut dan sangat menghargai setiap usaha yang dikerjakan, baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain. Bahkan sistem pendidikan di Jepang tidak mengenal ujian sampai dengan sekolah menengah pertama (SMP).

Sementara itu, pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sepertinya tidak pernah menaruh perhatian pada permasalahan tersebut. Fokus yang selalu menjadi pembahasan di bidang pendidikan hanya soal kurikulum baru dan ujian nasional. Jika menilik kebelakang, permasalahan kurikulum tidak pernah ada habisnya. Hampir setiap tahun selalu ada kurikulum baru yang dianggap bisa memperbaiki kualitas pendidikan di Indonesia.

Kurikulum yang ada saat ini hanya berfokus pada kompetensi, penilaian, keterampilan berpikir siswa, dan metode pembelajaran. Lucunya, pada kurikulum yang sedang diterapkan sekarang, setiap guru di sekolah diberikan kebebasan untuk menilai aspek sosial sewajarnya seperti, mencontek. Kemudian penilaian tersebut dikembalikan lagi kepada guru Agama dan PPKN. Hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa pendidikan moral hanya tugas dari guru Agama dan PPKN

Pendidikan Moral di Indonesia

Di Indonesia, pendidikan moral selalu identik dengan Pancasila dan Agama. Pengenalannya-pun hanya sebatas teori. Tidak ada praktek. Padahal, jika adanya penerapan langsung dan dijadikan sebuah kebiasaan akan menjadi lebih efektif. Terutama bila dilakukan sejak dini di lingkungan sekolah. Karena sekolah adalah lingkungan dimana individu belajar bersosialisasi dengan cakupan yang lebih luas.

Realita yang ada saat ini, pendidikan moral selalu dikaitkan dengan pelanggaran aturan di sekolah. Jika melanggar berarti mendapat hukuman. Sehingga belajar moral di sekolah selalu digambarkan dengan sesuatu yang kelam dan jahat.

Padahal pendidikan moral di sekolah sebaiknya diajarkan dengan cara yang lebih lembut, seperti belajar saling menghargai. Dengan siswa dari berbagai suku, agama, ras, bahkan Negara, alangkah baiknya dijadikan modal untuk menghargai bagaimana perbedaan yang ada.

Minimnya hasil dari pendidikan moral yang diajarkan di sekolah dapat dengan mudah ditemui dalam kehidupan sehari-hari. Tidak jarang bila melihat berita di media masa, banyak kasus kriminal yang pelakunya adalah pelajar di bawah umur. Mulai dari tawuran, penggunaaan zat terlarang, hingga tidak sedikit pula pelajar di bawah umur terjaring razia di hotel melati pada jam sekolah.

Adanya sanksi sepertinya tidak membuat jera. Sanksi sudah diberikan, tetapi masih saja ada yang mengulanginya. Hal ini dikarenakan penanganan yang diberikan tidak sesuai dengan koridor yang ada.  Sehingga bukan memperbaiki, tetapi seakan-akan malah membuatnya semakin parah. Sudah jatuh, tertimpa tangga pula.

Melihat realitas yang ada, sangat mungkin tindakan kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dibawah umur akan meningkat tajam di masa mendatang. Berani mengayomi dengan benar serta menanamkan nilai-nilai moral yang terkandung dalam Agama kepercayaan dan Pancasila adalah kuncinya. Hal ini bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah, akan tetapi seluruh elemen masyarakat. Karena pendidikan moral adalah modal setiap orang untuk menjalani kehidupannya di masyarakat.

Imam Soedardji,

Alumni Tempo Institute



Share This Post To :




Kembali ke Atas


Berita Lainnya :





   Kembali ke Atas